Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Resensi Sederhana nan Lengkap tentang Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara Bagian.II

Resensi Sederhana nan Lengkap tentang Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara Bagian.IIResensi Sederhana nan Lengkap tentang Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara Bagian.II - Di dalam film ini memaparkan keadaan secara realistis bagaimana wajah pendidikan indonesia di daerah terpencil Indonesia. Karakter Aisyah di dalam film menunjukan sosok Guru yang nasionalis, survivor, serta pengabdian diri yang benar-benar sungguh dari hati mengabdikan dirinya untuk pendidikan di daerah terpencil agar lebih baik, tidak peduli walaupun masalah ras dan agama masih menjadi suatu permasalahan yang kental di masyarakat sekitarnya. 

Di dalam film ini juga menyuguhkan masalah perbedaan dan perselisihan antar agama yang masih sangat kental oleh masyarakat Indonesia. Konflik dan perselisihan soal agama masih marak terjadi di daerah Timur Indonesia. Namun disini ditampilkan bahwa dengan perbedaan agama bukan menjadi tembok pemisah bagi masyarakat untuk saling mengasihi dan hidup dengan rukun. Hidup di daerah yang bertolak belakang dengan kampung halamannya, membuat Aisyah mampu berpikiran terbuka. Di dalam film ini, terkandung pesan tersirat dimana “agama itu menuntun seorang untuk semakin berpikiran terbuka dan toleransi agama adalah hal yang harus ditanamkan oleh masyarakat Indonesia untuk saling menebarkan kebaikan tanpa mengenal ras dan agama.

Film ini sangat kontras dengan budaya dan adat di Indonesia. Disajikan dengan sangat realistis dan natural, sama seperti keadaan daerah Timur Indonesia secara nyata. Film ini cukup berhasil menyajikan keadaan sosial budaya serta permasalahan permasalahan agama di Indonesia, tanpa menyinggung golongan-golongan tertentu bahkan tanpa menggurui, karena memang film ini disajikan dengan santai.

Dilihat dari segi geografis, film ini berlokasi di dusun Derok, di dekat kota Atambua, NTT yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste. Setibanya di Derok, meski Aisyah banyak dibantu oleh kepala dusun (Deky Liniard Seo), seorang muridnya bernama Siku Tavarez (Dionisius Rivaldo Moruk), serta seorang sopir bernama Pedro (Arie Kriting), tetap saja perbedaan antara kampung halaman Aisyah dengan tempatnya yang baru begitu kontras. Aisyah harus menyesuaikan diri dengan medan kering dan berbatu, iklim panas, sulitnya air, ketiadaan listrik, juga perbedaan bahasa, budaya, dan agama. Apalagi, Aisyah adalah seorang perempuan muslim yang mengenakan jilbab, yang kini berada di tengah-tengah warga yang menganut Katolik.

Di dalam film ini memaparkan keadaan secara realistis bagaimana wajah pendidikan indonesia di daerah terpencil Indonesia. Karakter Aisyah di dalam film menunjukan sosok Guru yang nasionalis, survivor, serta pengabdian diri yang benar-benar sungguh dari hati mengabdibkan dirinya untuk pendidikan di daerah terpencil agar lebih baik, tidak peduli walaupun masalah ras dan agama masih menjadi suatu permasalahan yang kental di masyarakat sekitarnya.

Di dalam film ini juga menyuguhkan masalah perbedaan dan perselisihan antar agama yang masih sangat kental oleh masyarakat Indonesia. Konflik dan perselisihan soal agama masih marak terjadi di daerah Timur Indonesia. Namun disini ditampilkan bahwa dengan perbedaan agama bukan menjadi tembok pemisah bagi masyarakat untuk saling mengasihi dan hidup dengan rukun. Hidup di daerah yang bertolak belakang dengan kampung halamannya, membuat Aisyah mampu berpikiran terbuka. Di dalam film ini, terkandung pesan tersirat dimana “agama itu menuntun seorang untuk semakin berpikiran terbuka dan toleransi agama adalah hal yang harus ditanamkan oleh masyarakat Indonesia untuk saling menebarkan kebaikan tanpa mengenal ras dan agama.”

Jati diri Aisyah sebagai muslim kemudian mendapat tentangan dari salah seorang muridnya, Lordis (Agung Isya Almasie Benu) yang enggan diajar oleh Aisyah. Namun, Aisyah berniat untuk memegang teguh cita-citanya untuk menjadi guru yang baik, dan menjalankan tugasnya untuk mendidikanak-anak Derok. Baik Aisyah maupun murid-muridnya di Derok pun harus berupaya untuk dapat saling menerima perbedaan di antara mereka. 

Plurasime merupakan hal yang tidak asing lagi bagi kita. Isu pluralisme pun merebak sejak konflik antar agama mulai menyala di deretan kasus Indonesia. Banyak kejadian yang menggambarkan kesenjangan hubungan antar agama bahkan antar golongan agama. Toleransi seolah menjadi momok yang menakutkan, fanatisme diagung-agungkan dalam beragama. Begitulah, isu pluralisme ditelusupkan dalam film ini dengan lembut, tanpa simbol-simbol klise artifisial yang dipaksakan. Tanpa kotbah yang tegang, melainkan justru dengan adegan ringan nan kocak yang memancing tawa riang. Perbedaan agama dibicarakan secara terbuka, terang-terangan, tapi dengan nada yang santai, apa adanya. Konflik-konflik ini cukup kuat untuk menggerakkan alur film ini menjadi sebuah tontonan yang cukup mengikat penontonnya, dan membekaskan kesan yang utuh sehingga sulit terlupakan.

Banyak sekali pesan baik lainnya yang disampaikan di dalam film ini, sikap survivor, tabah tanpa mengeluh, pantang menyerah, dan sikap problem solving yang baik yang dimiliki oleh Aisyah membuat kita dapat berkaca pada sosok Aisyah sebagai calon pendidik yang baik.  Film drama tentang seorang guru yang pantang menyerah ini mengajarkan kita soal pesatuan dalam perbedaan, pentingnya toleransi tanpa membedakan agama dan ras, dan sarat sekali dengan pendidikan. Apalagi dikemas dengan gaya yang santai, membuat film ini inspiratif, menarik dan menyenangkan untuk dinikmati ceritanya. 

Post a Comment for "Resensi Sederhana nan Lengkap tentang Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara Bagian.II"